Lombok Tengah NTB (POSTLOMBOK.COM) – Rawat anak saudara bertahun-tahun, seorang ibu di Dusun Toro Desa Pejanggik Kecamatan Praya Tengah Lombok Tengah NTB, alami nasib memprihatinkan.
Ibu yang telah susah payah merawat anak saudaranya dari balita itu buru-buru dapat ucapan terimakasih, malah dilaporkan ke polisi dan kini statusnya telah menjadi tersangka dan teracam hidupnya di penjara.
Ibu yang mengalami peristiwa memilukan tersebut bernama Inaq Sitah alias Inaq Sah yang kini berusia sekitar 50 tahun. Ia dilaporkan oleh ibu dari anak yang dirawatnya yakni Sri Tahni yang tak lain adalah saudara kandungnya sendiri.
Kejadian yang akan membuat semua hati terenyuh ini, berawal ketika pada tahun 2017 silam, Inaq Sitah di hubungi via telephone oleh Sri Tahni dan menanyakan kesanggupanya untuk mengasuh anak saudarinya tersebut.
Inaq Sitah mengungkapkan, dalam panggilan telephone tersebut, ia menyanggupi permintaan adik bungsunya tersebut. Sri Tahni pun menjanjikan uang sebanyak dua juta rupiah tiap bulan sebagai biaya hidup anaknya.
Tak berselang lama, Sri Tahni pun pulang membawa anaknya yang saat itu berusia 1 tahun 6 bulan dan menyerahkanya kepada Inaq Sitah. Setelah itu, Sri Tahni kembali berangkat ke Malaysia.
Setelah anak tersebut dirawat selama sekitar dua tahun, baru kemudian pada tahun 2019, pelapor mengirimkan uang kepada Inaq Sitah sejumlah 11 juta rupiah lebih.
“Setelah dua tahun baru dia (Sri Tahni) mengirimkan uang. Uang tersebut saya gunakan untuk membayar hutang dia yang digunakan untuk biaya keberangkatannya. Adapun sisanya digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari,” tutur Inaq Sitah, Selasa 22 April saat ditemui wartawan di Mapolres Lombok Tengah.
Selang beberapa bulan, Inaq Sitah kembali dikirimkan uang oleh Sri Tahni sebesar 9 juta dan terakhir 10 juta rupiah.
Inaq sitah menjelaskan, setelah dikirimkan uang sebanyak tiga kali di tahun 2019, Sri Tahni pun kembali tak ada kabar sampai dengan tahun 2024.
“Setelah akhir tahun 2024 baru dia menghubungi saya untuk bertemu,” lirihnya sembari mengingat peristiwa tersebut.
Dalam pertemuan tersebut Sri Tahni dan Inaq Sitah terlibat adu mulut terkait persoalan uang yang dikirim dari Malaysia.
“Kami cekcok soal uang yang telah ditransfer. Selain itu emas yang sebenarnya dia janjikan diberikan kepada saya. Saya pun saat itu sampat dicekik oleh pelapor,” ungkapnya.
Inaq Sitah menambahkan, Sri Tahni memperkarakan uang sejumlah Rp. 33 juta yang dikirimkan tersebut. Perseteruan lantas berujung pelaporan dan saat ini Inaq Sitah ditetapkan tersangka oleh penyidik Polres Loteng.
Status tersangka Inaq Sitah tersebut, dibenarkan oleh Kasi Humas Polres Loteng, Iptu Lalu Bratha Kusnadi yang menjelaskan kalau Inaq Sitah menjadi tersangka atas dugaan tindak pidana penggelapan.
Kasi Humas lebih lanjut, terlapor yakni Inaq Sitah diduga menggelapkan uang yang dikirim oleh pelapor yakni Sri Tahni sejumlah Rp. 40 juta yang diniatkan pelapor untuk menebus sawahnya.
“Selain biaya untuk menghidupi anaknya, di lain sisi terlapor mengirimkan uang diluar biaya hidup tersebut,” jelas Kasi Humas ditemui terpisah.
Ia menjelaskan permasalah tersebut pada awalnya sudah dimediasi namun tidak menemukan titik temu. Tersangka imbuh Kasi Humas, belum ditahan karena masih dimintai keterangan.
Abdi Apriadi Negara SH, selaku Penasehat Hukum (PH) Inaq Sitah saat ditemui di Mapolres Lombok Tengah, menyayangkan atas status tersangka yang ditetapkan kepada klienya.
Menurut Abdi, ada kekeliruan penerapan pasal terhadap kliennya. Selain itu, ia menyebut kliennya tidak membantah telah menerima uang sejumlah sekitar Rp. 33 juta yang dibuktikan dengan rekening koran. Namun uang itu, tidak bisa dibandingkan dengan biaya hidup yang dipenuhi Inaq Sita sebelumnya.
“Selain itu, anak dari pelapor hidup sehat, tidak stunting, tidak putus sekolah. kalau dihitung uang yang diperkarakan, maka biaya hidup dan perawatan jauh lebih banyak lagi,” kesalnya sembari menyatakan agar gelar perkara kasus tersebut diulang dan gelar perkara ulang dilakukan oleh Mapolda NTB atau gelar perkara yang khusus melibatkan Polda.
Sementara itu, Penasehat Hukum (PH) Sri Tahni, Munaris SH dikonfirmasi via phone audio WA menyatakan, kalau pihaknya merasa perlu menyampaikan kronologi awal atas peristiwa tersebut agar masyarakat tidak beropini keliru atas kasus tersebut.
Pihak penyidik tegas Munaris, tidak akan mungkin berani menetapkan status terangka kepada seseorang tanpa memenuhi unsur-unsur adanya tindak pidana yang dilengkapi dengan alat bukti yang cukup. Karena hal itu menyangkut hidup orang lain.
Banyak hal yang perlu diluruskan dari informasi yang beredar. Salah satunya mengenai kejadian awal peristiwa tersebut.
Dimana awalnya, sebenarnya klienya saat mau pergi ke Malaysia, dia akan menitipkan anaknya kepada saudara yang lain, namun terlapor malah yang meminta untuk dititipkan kepadanya.
“Alasan terlapor saat itu, biar adalah temanya main keponaan-keponaan yang lain kan bahasanya gitu kan,” jelas Munaris yang akrab disapa Aris ini.
Setelah itu, diyakan oleh klienya dan kemudian pergi ke luar negeri. Setelah beberapa bulan di luar negeri, klienya kemudian ditelpon oleh terlapor.
“Saat ditelpon itu bahasanya:
Dek, kalau ada uangnya, ayo tebus tanah saya, kebetukan tanah saya digadai 40 juta. Kalau adek tebus kan (hasilnya) bisalah untuk tambahan belanja anakmu di sinilah, bahasanya kan gitu,” tutur Aris.
Selang beberapa bulan kemudian, klienya kemudian mengirim uang untuk menebus tanah yang dimaksud dari Malaysia sekitar Rp. 30 juta sekian. Dan uang kes diberikan melalui orang lain sehingga total Rp.40 juta. Tanah pun ditebus oleh terlapor.
Biaya untuk menebus tanah itu tandas Aris, berdeda dengan biaya untuk anak yang dititip kepada terlapor yang kini telah berstatus tersangka tersebut. Biaya untuk anak klienya dikirimkan setiap bulan dengan nilai yang lebih dari Rp. 1.5 juta dengan jumlahnya pengiriman bervariasi.
“Jadi anak klien kami dititip di bibinya ini 6 tahun,” ungkap Aris.
Kemudian lanjut Aris, klienya pernah mengirimkan emas ke tersangka seberat 47 gram yang dititipkan melalui orang lain yang nilainya sekitar Rp. 50-han juta.
“Jadi kasus ini tidak sesederhana seperti yang diceritakan kuasa hukum (tersangka) yang tidak ini itu dan lainya, tidak begitu,” ujar Aris.
Karena yang dituntut oleh pihaknya tegas Aris, hanya pengembalian uang Rp. 40 juta untuk menebus tanah tersangka yang posisinya saat itu dipinjam dan emas 47 gram yang dititipkan. Dan bukan menutut biaya anak selama dititipkan.
Mediasi yang telah diupayakan oleh pihak kepolisian lanjut Aris, tidak menemui titik terang karena tersangka tidak mau mengembalikan semua tuntutan dengan alasan dana-dana itu dianggap sebagai biaya anak selama dititipkan.
“Padahal beda biaya anak sama uang untuk tebus tanah dan emas tadi. Jadi jauh beda dengan cerita yang disampaikan kuasa hukum tersangka,” tandas Aris.
Klienya tandas Aris, bukanya tidak berterimakasih atas jasa tersangka selama merawat anaknya. Dengan membantu uang Rp.40 juta untuk menebus tanah tersangka, merupakan bentuk terimakasih klienya.
Selain itu, hingga saat ini pihaknya juga masih menunggu etikad baik dari pihak tersangka, bagaimana agar persoalan tersebut bisa diselesaikan tanpa harus ada pihak yang dirugikan.
“Kami masih menunggu, penyelesaian seperti apa yang ditawarkan oleh pihak terlapor,” pungkas Aris sembari berharap agar masyarakat tidak lagi berpopini negative terhadap pihaknya dan polisi.