Home / Kasus / Belum Genap Setahun Berjalan, 9.089 Anak Keracunan MBG

Belum Genap Setahun Berjalan, 9.089 Anak Keracunan MBG

Jakarta (POSTLOMBOK.COM)  – Data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukan 9,089 korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di 83 kabupaten/kota di 28 provinsi. Laporan ini disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR, 1 Oktober lalu. Ribuan anak menjadi korban akibat carut marut tata kelola dan kebijakan MBG. Anak yang seharusnya jadi sehat, malah sakit dan berisiko wafat.

Temuan lapangan, kritik dan rekomendasi untuk program MBG telah disampaikan banyak pihak termasuk Pokja MBG – CISDI, Gerakan Kesehatan Ibu Anak (GKIA), dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), saat audiensi dengan Komisi IX DPR sebagai pengawas program MBG pada 22 September.

Forum RCCE (Risk Communication and Community Engagement) sepakat dengan semua poin rekomendasi yang disampaikan Pokja MBG – CISDI, GKIA, dan JPPI saat audiensi dengan Komisi IX DPR tersebut diatas yang meliputi evaluasi, perbaikan tata kelola, rancang ulang program, partisipasi warga, keamanan pangan, pemenuhan gizi sesuai pedoman Kemenkes dan pembatasan ultra-processed food serta makanan tinggi gula, garam, lemak (GGL) pada MBG.

Dalam Diskusi Perbaikan Pelaksanaan MBG pada 7 Oktober 2025 di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dan dihadiri oleh Menteri Kesehatan, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan Deputi Badan Komunikasi Pemerintah, Forum RCCE hadir bersama perwakilan sejumlah organisasi masyarakat sipil antara lain Pandemic Talks, JPPI, GKIA, CISDI, dan lain-lain. Dalam pertemuan ini, Forum RCCE menegaskan kepada BGN pentingnya perbaikan pada tujuh poin berikut:

 

1. Partisipasi Bermakna Warga Pada Seluruh Tahapan Program

Partisipasi warga, terutama anak, orang tua, guru, dan organisasi masyarakat sipil, harus menjadi elemen inti dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan/umpan balik, serta evaluasi MBG. Keterlibatan publik yang nyata akan memastikan program ini berjalan sesuai kebutuhan lokal,  bukan hanya memenuhi target administratif atau serapan anggaran. Luarannya adalah Forum Dialog Pemerintah Pusat/Daerah dengan warga dan media secara rutin (setiap bulan).

 

2. Memperbaiki Komunikasi Publik MBG

Tugas berat pertama BGN adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap program MBG. Pendekatan komunikasi yang perlu dilakukan sebaiknya adalah komunikasi kesehatan publik berbasis risiko dan empati, antara lain:

– BGN melibatkan warga sebagai subjek, bukan objek. Jika ada kasus keracunan, segera minta maaf dan berempati ke keluarga atau korban, jangan menyalahkan pihak lain atau membela diri Sumber: Evaluasi Narasi dan Komunikasi Publik MBG – From Hope to Despair – Monash University, Indonesia)

– BGN Membuat Protokol Resmi Komunikasi Publik (seperti saat Pandemi COVID), tujuannya agar seluruh pejabat memahami dan menyampaikan “bahasa yang sama”.

– BGN menunjuk Juru Bicara resmi khusus program MBG, agar komunikasi publik dari pemerintah lebih terarah dan fokus. Warga juga bisa membedakan mana signal dan noise. Jubir mengadakan konferensi pers rutin menyampaikan kemajuan dari semua target kerja dan ketika terjadi kasus keracunan.

– BGN melakukan kampanye/edukasi Protokol Darurat MBG, agar warga teredukasi jika terjadi kasus (mual, beracun, makanan basi, dan lain-lain).

– BGN melakukan kampanye/edukasi tentang level kedaruratan sebuah KLB MBG di daerah (misal seperti level PPKM saat Covid) agar pemerintah daerah dapat mengambil keputusan dan respon yang tepat bersama dengan warga.

 

3. Membuka Kanal Pengaduan Terbuka dan Akuntabel

Pemerintah perlu membangun kanal pengaduan, kritik dan saran publik yang mudah diakses, terintegrasi, dan dapat dipantau bersama, dengan jaminan perlindungan bagi pelapor serta transparansi pelacakan laporan. Kanal ini harus inklusif terhadap kelompok rentan seperti orang tua, warga buta huruf, dan mereka yang memiliki hambatan komunikasi agar setiap warga memiliki kesempatan setara untuk menyampaikan keluhan dan memperoleh keadilan.

 

4. Merancang Protokol Kedaruratan Insiden Keracunan

Protokol dirancang agar setiap insiden dapat ditangani dengan cepat sesuai standar untuk kepentingan terbaik anak dan ibu (hamil dan menyusui) penerima manfaat MBG lainnya. Petugas puskesmas, sekolah dan SPPG dilatih untuk dapat melaksanakan protokol dengan benar. Protokol meliputi kanal pelaporan cepat, penanganan medis, pemeriksaan laboratorium (sample makanan, feses dan muntah), pembiayaan, dan surveilans KLB.

 

5. Menyediakan Informasi Pelaksanaan MBG Yang Mudah Diakses dan Terbuka Untuk Publik

Sumber informasi menampilkan indikator utama program MBG, antara lain:

– Daftar sekolah dan jumlah siswa penerima manfaat MBG

– Daftar dan lokasi SPPG bersertifikat higienis

– Jumlah penjamah makanan terlatih di setiap SPPG

– Data insiden dan jumlah kasus yang ditangani sesuai sampai tuntas

– Serapan anggaran MBG

 

6. Memanfaatkan Masukan Berbasis Bukti dari Berbagai Pihak

Kami mendorong pemanfaatan hasil riset dan rekomendasi berbasis bukti, seperti yang disampaikan POKJA MBG – CISDI, GKIA, JPPI, UNICEF, WFP, Monash University Indonesia, dll. Pendekatan berbasis bukti (evidence-based policy) akan membantu memperbaiki tata kelola MBG agar lebih aman, efektif, dan tepat sasaran.

 

7. Melakukan Edukasi Higienitas dan Gizi Berbasis Komunitas

Program MBG harus dibarengi dengan edukasi rutin kepada warga, guru, dan pengelola dapur (SPPG) tentang prinsip higienitas, keamanan pangan, dan gizi seimbang. Edukasi juga perlu mencakup deteksi dini risiko pangan, yaitu kemampuan membedakan makanan layak dan tidak layak konsumsi.

Pelatihan harus mengajarkan tanda-tanda makanan basi seperti perubahan aroma, warna, tekstur, rasa, atau munculnya lendir dan bau asam. Guru, siswa, dan pengelola dapur perlu dilatih untuk mengenali gejala tersebut, melaporkan temuan dengan cepat, serta menerapkan prosedur pemisahan dan pemusnahan makanan yang tidak aman.

Kampanye edukatif berbasis warga akan memperkuat kesadaran kolektif untuk menjaga mutu pangan dan mengurangi risiko kontaminasi atau keracunan. Edukasi ini perlu dilakukan secara kolaboratif dan periodik, bukan hanya bersifat seremonial.

About Redaksi

Check Also

Pemprov NTB Melalui DPMPD Dukcapil Rekrut Pendamping Desa Berdaya

Mataram, (POSTLOMBOK.COM) – Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Desa dan Kependudukan Catatan …

Gubernur NTB Tekankan Pentingnya Keuangan Syariah untuk Perkuat UMKM dan Ekonomi Umat

Mataram (POSTLOMBOK.COM) – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal, menegaskan bahwa …

Tingkatkan Layanan Kesehatan Pendidikan, Pemprov NTB dan Kemenkes RI Sepakat Serah Terima Hibah Aset

Mataram, (POSTLOMBOK.COM) – Dalam rangka mendukung pengembangan layanan kesehatan dan pendidikan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *