Lombok Tengah (POSTLOMBOK.COM) – Demi menjunjung tinggi kemerdekaan pers di wilayah kerjanya, Polres Lombok Tengah “gas” kasus dugaan intimidasi terhadap seorang jurnalis.
Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Tengah jadwalkan memanggil sejumlah saksi dalam kasus tersebut, untuk diperiksa pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Kasus ini bermula dari laporan salah seorang jurnalis ke Polres Lombok Tengah setelah dirinya mengaku mengalami intimidasi oleh sejumlah oknum dari salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saat menjalankan tugas jurnalistik di Kantor Bupati Lombok Tengah.
Dalam keterangannya, jurnalis inisial SWA itu menuturkan bahwa dirinya digeret menuju basement kantor bupati, lalu dikerumuni oleh beberapa orang yang memintanya menghapus berita terkait pembatalan aksi demonstrasi di PDAM Lombok Tengah.
“Saya digeret ke basement, dikerumuni, diminta hapus berita, bahkan sempat ditampar,” ujar SWA.
Ia menambahkan, tekanan dan makian yang diterimanya berlangsung di hadapan banyak orang dan membuatnya trauma.
“Psikis saya terganggu atas peristiwa itu. Saya hanya menjalankan tugas sebagai jurnalis,” tegasnya.
SWA menjelaskan, berita yang dimaksud menyoroti batalnya aksi demonstrasi di PDAM Lombok Tengah.
Oknum LSM yang disebut-sebut dalam kasus ini diduga merasa dirugikan karena disebut sebagai massa tandingan demo, padahal menurut mereka, hanya datang untuk “ngopi” di PDAM.
Kasus tersebut kini tengah ditangani penyidik Satreskrim Polres Lombok Tengah.
Kasi Humas Polres Lombok Tengah, Iptu Lalu Brata Kusnadi, membenarkan adanya pemanggilan terhadap sejumlah saksi.
“Iya, benar. Besok ada undangan kepada saksi-saksi itu. Ini kita proses sesuai aturan demi junjung kemerdekaan pers,” ujarnya singkat, Selasa 21 Oktober 2025.
Disisi lain, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nusa Tenggara Barat, Ahmad Ikliludin, mengecam keras tindakan intimidasi terhadap jurnalis.
“Tekanan, ancaman, dan kekerasan fisik terhadap wartawan merupakan pelanggaran serius yang merusak sendi-sendi demokrasi. Kami kecam keras tindakan intimidasi terhadap wartawan di Lombok Tengah,” tegas Ikliludin dalam sebuah kesempatan baru-baru ini.
Jurnalis senior Radar Lombok itu menegaskan bahwa kekerasan terhadap wartawan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kerja jurnalis dilindungi undang-undang. Kekerasan terhadap wartawan adalah kejahatan terhadap publik, karena menghambat hak masyarakat untuk memperoleh informasi,” ujarnya.
PWI NTB, kata Ikliludin, mendesak Polres Lombok Tengah untuk segera menuntaskan penyelidikan kasus tersebut dan menindak tegas pelaku intimidasi.
“Oknum pelaku harus ditindak sesuai hukum yang berlaku agar ada efek jera dan memberi rasa aman bagi insan pers,” tegasnya.
Ia juga mengimbau seluruh jurnalis di NTB untuk tidak gentar dalam menjalankan tugas jurnalistiknya serta tetap menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Pers harus terus menjadi pilar keempat demokrasi dengan menyampaikan informasi yang akurat, berimbang, dan bertanggung jawab,” tutup Ikliludin.